Powered By Blogger

Kamis, 17 Februari 2011

Contoh Demokrasi yang Elegan

Pertemuan Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla dinilai sebagai tindakan yang patut diteladani. Pertemuan ini juga contoh praktek demokrasi yang elegan di level kepemimpinan nasional.

"Ini harus diapresiasi dan bisa jadi tren postif di tingkatan akar rumput," kata Ketua MPR Hidayat Nur Wahid di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/3/2009).

Menurut Hidayat, pertemuan-pertemuan yang sering diadakan para capres dari partai-partai adalah hal positif. Dan itu bisa mencontohkan demokrasi yang sangat elegan.

Ia juga menilai pertemuan itu sebisa mungkin dijadikan tren yang positif agar para pemimpin partai politik di level gras root lainnya mau saling bertemu dan berkomunikasi.

MENLU KANADA: INDONESIA CONTOH BAGI PENGEMBANGAN DEMOKRASI

Menteri Luar Negeri Kanada Peter Gordon MacKay menyatakan bahwa Indonesia merupakan contoh suatu negara yang sebelumnya di bawah pemerintahan otoriter namun dalam waktu singkat tampil sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Hal tersebut dikemukakan Menlu Kanada saat menerima kunjungan Menlu RI Hassan Wirajuda di Ottawa baru-baru ini, demikian siaran pers KBRI Ottawa, Jumat.

Menurut Gordon MacKay, dilihat dari perkembangan di bidang HAM dan demokrasi, Indonesia selayaknya dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain yang sejauh ini masih terpuruk dalam situasi dan kondisi otoriter yang penuh kekerasan.

"Kita semua mengagumi berbagai upaya yang dilancarkan pemerintah dan rakyat Indonesia dalam penghormatan terhadap Hak Azasi Manusia dan demokrasi," kata Mackay.

Menlu Mackay juga menyatakan bahwa persahabatan antara Kanada dan Indonesia yang telah berlangsung lama bahkan sejak awal kemerdekaan Indonesia, membuat Kanada tidak akan pernah ragu untuk mendukung Indonesia dalam berbagai hal yang berkaitan dengan HAM.

Sementara itu Menlu Hassan Wirajuda yang berada di Kanada 16-18 Mei itu memaparkan berbagai perkembangan terakhir yang telah dan sedang berlangsung di Indonesia.

Menlu Wirajuda menegaskan bahwa sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki kepercayaan diri yang lebih besar untuk lebih berperan dalam kancah internasional, termasuk untuk terus mengembangkan dan memperkuat hubungan bilateral dengan Kanada.

Ia mengungkapkan keseriusan Indonesia dalam penghormatan HAM dengan disusunnya rencana aksi nasional di bidang HAM (RAN-HAM).

Dalam kaitan ini, Menlu Wirajuda mengundang keterlibatan dan dukungan Kanada yang lebih besar dalam pengembangan kapasitas aparat dan pemantapan infrastruktur yang berhubungan dengan HAM.

Selain di bidang HAM, menurut Wirajuda, Kanada juga dapat mengembangkan dukungan nyata dengan menignkatakan investasi dan perdagangan dengan Indonesia, serta dalam bentuk tukar menukar pengalaman dan informasi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sementara itu dalam konteks pemulihan ekonomi Indonesia, Menlu Wirajuda mengungkapkan keinginan Indonesia agar Kanada bersedia melakukan "debt swap". Italia, Jerman dan Inggris, katanya, telah menyatakan kesediaan untuk membicarakan "debt swap arrangement". Debt swap yang ditawarkan Indonesia mencapai bilangan US$ 191 juta dalam kerangka ODA (overseas development agency).

Menlu Mackay menyatakan tertarik untuk membicarakan lebih lanjut masalah "debt swap" setelah berkonsultasi dulu dengan Menteri Keuangan.

Dalam pertemuan bilateral tersebut Menlu Hassan Wirajuda didampingi Duta Besar RI untuk Kanada Djoko Hardono, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Deplu Eddi Hariyadhi, Direktur Amerika Utara dan Tengah Hary Purwanto, beberapa pejabat diplomatik KBRI Ottawa dan Kasubdit II Direktorat Amerika Utara dan Tengah. antara/abi

turki satu contoh penerapan demokrasi di timur tengah

Turki boleh dibilang merupakan satu-satunya negara berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan itu yang menerapkan sistem demokrasi di kawasan Timur Tengah. "Sebagai negara yang demokratis, Turki tengah mengikuti perkembangan secara seksama dan mungkin saja takkan ragu untuk membantu negara-negara tetangganya," papar Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu menyikapi pengguling pemerintahan otoriter di Tunisia seperti dikutip Monstersandcritics, Rabu (2/2).

Secara terpisah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pemimpin harus menerima tuntutan rakyatnya untuk berdemokrasi. Menurut dia sangat tidak tepat menutup telinga terhadap tuntutan demokrasi.

"Saya meminta Mubarak untuk memenuhi tunturan masyarakat untuk perubahan tanpa ragu-ragu," desaknya. Erdogan yang giat menjalankan kebijakan konservatif mengaku tetap setia kepada struktur demokratis Republik Turki.

Kondisi ideal yang dikembangkan Turki dalam menerapkan demokrasi memungkinkan negara tersebut menjadi rujukan utama ketimbang model yang dikembangkan Iran dengan teokrasinya. Namun, disisi lain kebijakan konservatif yang menyerempet pada agama sempat membenturkan pemerintahan Erdogan dengan kubu sekuler Turki.

Karena itu, sulit pula untuk mengatakan Turki dibawah Erdogan begitu sempurna. Meski begitu, apa yang dicapai Erdogan dalam mereformasi seluruh bidang menjadi poin lebih patut diakui.

Republik Turki didirikan oleh Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1923 dengan pemisahan yang kuat antara agama dan pemerintah yang didasarkan pada model Perancis. Belakangan model itu sempat digoyang Erdogan dalam rangkaian kebijakannya yang anti sekuler.

Namun, bila dibandingkan dengan Mesir - di mana Presiden Mubarak telah berkuasa selama 30 tahun dan pemilu telah lama dipandang sebagai kecurangan, sistem politik Turki berjalan sangat bebas dan teratur.

Menyoal Pilkada Langsung

Di Indonesia, pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung merupakan sejarah baru dalam era otonomi daerah, sebagai konsekuensi dikeluarkannya UU No.32/2004, Perpu No.3/2005, PP No.6/2005 dan PP No.17/2005. UU tersebut ‘memerintahkan’, bahwa “kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung…”. Maka, saat ini kita saksikan, Pilkada digelar di sejumlah provinsi dan kota/kabupaten. Tahun 2008 misalnya, akan dilaksanakan 160 Pilkada di 13 Provinsi, 112 Kabupaten dan 35 Kota. Itu artinya, tahun ini saja hampir 3 hari sekali orang Indonesia mengikuti Pilkada.

Jangan tanya, berapa biaya yang keluar untuk Pilkada. Pasti sangatlah besar. Sekadar gambaran, Provinsi Jawa Barat yang [akan] melangsungkan Pilkada pada 13 April mendatang membutuhkan anggaran sekitar 600 milyar, dengan asumsi Rp 17.500 per-orang untuk 28,12 juta orang jumlah pemilih. Perlu diketahui, Indonesia memiliki 33 Provinsi dan sekitar 440 kota/kabupaten. Perlu juga dicatat, biaya tersebut belum termasuk biaya kampanye para kandidat yang masing-masing pasangan calon bisa menghabiskan dana milyaran hingga puluhan milyar rupiah. Sehingga, kalau dikalkulasikan angkanya mencapai angka trilyunan rupiah. Angka yang sangat, bahkan terlalu besar, apalagi di tengah jutaan masyarakat yang masih mengalami kemiskinan, menderita gizi buruk, bahkan mati karena kelaparan.

Berbicara Pilkada, tentu tidak hanya berbicara kepala daerah dan berapa uang yang dikeluarkan untuk jabatannya, tapi juga ekses sosial yang ditimbulkan, karena tidak jarang Pilkada malah menyisakan sengketa dan konflik horizontal. Bahkan menurut Mendagri, Mardiyanto, semenjak Juni 2005 sampai Maret 2008, dari 349 daerah yang dilaksanakan Pilkada, sebanyak 179 Pilkada di antaranya terjadi sengketa.

Menyoal Pilkada

Tentu, masyarakat memiliki harapan yang besar terhadap Pilkada. Harapan akan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik. Sederhana saja, mereka ingin dengan pemimpin baru masyarakat menjadi sejahtera, keamanan terjamin, masyarakat pintar dan cerdas, keluarga sehat, beribadah tenang, dan sejumlah harapan lainnya. Maka, pertanyaan mendasar yang harus kita jawab adalah, mampukah Pilkada membawa masyarakat menuju kondisi yang lebih baik? Jawabannya, –mungkin—ada dalam uraian saya berikut ini;

Pertama, dalam hal kesejahteraan rakyat. Pemilu atau Pilkada sebagai cara untuk memilih kepala daerah adalah satu hal. Sementara kesejahteraan rakyat adalah hal yang lain. Bahkan, yang terjadi saat ini, Pilkada dipandang hanya menguatkan ekonomi politik oligarkis. Artinya, hanya orang-orang yang punya uang banyak atau dekat dengan orang-orang berduit yang mungkin terpilih. Akibatnya, ‘aspirasi’ yang paling pertama didengar oleh pejabat hasil Pemilu atau Pilkada adalah suara para pemilik modal atau penyandang dana kampanye. Sementara, kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat akan sangat sulit direalisasikan.

Kedua, Pilkada tidak menjamin dan sulit menghasilkan pemimpin yang berkualitas, karena–sebagaimana point pertama–, orang yang sebenarnya berkualitas, hanya karena tidak memiliki ‘mahar politik’ atau kendaraan politik, tidak bisa maju sebagai kandidat, bersaing dengan pasangan lain yang memiliki akses dana besar. Kalaupun calon independen disetujui elite di DPR, bagaimana mungkin mengenalkan diri ke publik agar masyarakat memilihnya, kalau tidak ada biaya kampanye dan sosialisasi?

Ketiga, Pilkada tidak serta merta akan menghasilkan pemimpin yang betul-betul diinginkan oleh rakyat, karena—hingga saat ini—masyarakat hanya ‘dipaksa’ untuk memilih paket pasangan yang sudah ada, yang sudah ditentukan oleh Partai Politik. Itulah sebabnya, saat ini yang terjadi adalah ‘kedaulatan partai politik’, bukan kedaulatan rakyat. Jadi sesungguhnya yang disebut demokrasi pun ternyata tidak demokratis juga.

Keempat, para kandidat dalam Pemilu atau Pilkada, lazimnya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit, milyaran hingga puluhan milyar rupiah. Di sisi lain, menurut PP 109/2000 ditetapkan, gaji pokok gubernur Rp 3 juta per bulan. Jika ditambah dengan tunjangan-tunjangan, jumlahnya sekitar Rp 25 hingga 30 jutaan per bulan. Maka, kalaupun semua uang itu ditabung selama lima tahun—tanpa dikurangi pengeluaran-pengeluaran pribadi—maksimal uang yang terkumpul hanya Rp 1,8 milyar. Lalu,–mohon maaf—mewakili pertanyaan banyak orang, “darimana menutupi ‘mahar politik’, biaya kampanye, dan biaya lainnya kalau gaji yang diakumulasikan selama 5 tahun sekalipun, hanya 1,8 milyar?” Lalu, kapan waktu kepala daerah memikirkan urusan rakyat?

Menentukan Kepala Daerah dalam Islam

Dalam Islam, kepala daerah (wali) adalah jabatan yang ditunjuk oleh khalifah (Kepala Negara), tentu dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang tidak bertentangan dengan syariat. Ketika Rasulullah saw. telah hijrah ke Madinah, Beliau langsung menjalankan aktivitas sebagai kepala pemerintahan, diantaranya dengan mengangkat para wali (gubernur). Rasulullah saw. mengangkat Utbah bin Usaid menjadi gubernur di Kota Makkah tidak lama setelah menaklukkannya. Setelah Badzan bin Sasan memeluk Islam, mengangkat Muadz bin Jabal al-Khazraj menjadi gubernur Jaud, mengangkat Khalid bin Said bin ‘Ash menjadi pegawai di Shun’a', Zayyad bin Labid bin Tsa’labah al-Anshari bertugas di Hadramaut, mengangkat Abu Musa al-Asy’ari menjadi gubernur Zabid dan And, Amru bin Ash menjadi gubernur Oman, Muhajir bin Abi Umayyah menjadi gubernur Shu’a', Adi bin Hatim menjadi gubernur Thayyi’, dan Al-’Illa bin al-Hadhrami menjadi gubernur Bahrain.

Oleh karenanya, dalam Islam sebagaimana yang dipraktekkan oleh-contoh terbaik—Rasulullah saw, kepala daerah (wali) ditunjuk oleh Kepala Negara, dalam hal ini oleh Rasulullah saw dan diteruskan oleh para khalifah setelah beliau.

Ada beberapa hikmah atau ‘keuntungan’, jika kepala daerah (wali) ditunjuk langsung oleh kepala Negara, diantaranya:

Pertama, biayanya pasti murah dan efisien, karena –mungkin—hanya memerlukan SK (Surat Keputusan) pengangkatan, titik. Tidak ada ‘mahar politik’ dan tidak ada kampanye yang menghabiskan dana besar.

Kedua, akan terjadi sinkronisasi dan harmonisasi gerak langkah antara pemerintah pusat dengan daerah. Alasannya, orang yang menunjuk (Kepala Negara) pasti –terlebih dahulu—mengenal dan mengetahui orang yang ditunjuk. Minimal kapabilitas, pemahaman, dan komitmennya. Dimanapun dan dalam hal apapun, kekompakan dan kesolidan tim–apalagi dalam mengelola pemerintahan–, adalah modal dasar untuk menjalankan pembangunan. Jika –misalnya—gubernur, karena tidak ditunjuk Kepala Negara, dan tidak merasa berada di bawah struktur Kepala Negara, sehingga berani mengabaikan kebijakan pimpinan (yang tidak bertentangan dengan syari’ah), lalu bagaimana mungkin pembangunan akan berjalan dengan baik?

Ketiga, ada semacam anggapan, jika kepala daerah ditunjuk langsung, maka akan menghasilkan pemimpin yang tidak aspiratif. Perlu diketahui, bahwa penunjukkan kepala Negara terhadap kepala daerah harus memperhatikan aspirasi masyarakat (sekali lagi, yang tidak bertentangan dengan syari’ah), sehingga bisa saja seorang wali (kepala daerah) diberhentikan atau diganti jika rakyat daerah tersebut tidak menyukainya atau karena wali (kepala daerah) tersebut melakukan pelanggaran. Suara mayoritas Majelis Wilayah (MW)–yakni wakil rakyat di daerah–, tentang –misalnya—ketidaklayakan seorang wali (kepala daerah) maka mengharuskan khalifah (kepala Negara) untuk mencopot wali tersebut. Rasulullah pernah memberhentikan ‘Ila’ bin al-Hadrami yang menjadi amil beliau di Bahrain karena utusan Abd Qays mengadukannya. Umar bin Khathab memberhentikan Saad bin Abi Waqash karena pengaduan masyarakat. Olehkarena itu, penunjukkan wali (kepala daerah) oleh kepala negara, bukan berarti tidak bisa diganggu gugat dan mengenyampingkan aspirasi serta pengaduan rakyat.

Sebaliknya, saat ini marilah kita tengok gubernur atau bupati dan walikota yang –katanya—hasil pilihan rakyat. Sebagai contoh Jakarta, yang gubernurnya dipilih langsung rakyat, mengesahkan Perda Ketertiban Umum (Tibum) yang mendeskreditkan orang miskin, bahkan seolah menganggapnya sampah kota yang tidak boleh terlihat mata kita. Tidak hanya itu, Pasar Barito pun menjadi korban penggusuran, tanpa solusi konkrit dan sejumlah penggusuran lainnya. Hal yang hampir sama juga terjadi di Depok. Pemkot menggusur paksa pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di depan Kampus Gunadarma Kelapa II dengan mengangkut lapak dan gerobak milik PKL. Dan hal yang hampir serupa terjadi juga di beberapa daerah lainnya. Lalu, jika ada kepala daerah yang memperlakukan rakyatnya seperti itu, dan kita memprotesnya, boleh jadi dia (kepala daerah itu) akan mengatakan, “Mohon maaf, saya adalah gubernur pilihan rakyat, jika Anda tidak senang kepada saya, maka tunggu saja 5 tahun lagi, pilihlah –lagi—pemimpin yang mau menuruti keinginan Anda”. Wallahu A’lam. (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, UNISBA)

Keistimewaan = Bentuk Demokrasi Yogyakarta, ini Rasa Keadilan Rakyat

Rakyat Yogyakarta Memilih Keistimewaan Merupakan Filosofi Yang Mencerminkan Kedalaman Batiniyah Orang Jawa Vs Demokrasi Fersi Pemerintah Pusat

Sampai saat ini RUUK DIY belum juga diputuskan. Ada perbedaan persebsi antara pemerintah pusat dengan rakyat jogja mengenai pengisian jabatan gurbernur. Rakyat Yogyakarta menghendaki bahwa gerbernur dengan mekanisme penetapan yaitu gurbernur dijabat Sultan dan wakil gurbernur dijabat Pakualam.

Ada dasarnya rakyat Yogyakarta memilih penetapan.
demo-pilihan-Keistimewaan-Yogyakarta-ruuk

By Regional Kompas

Penetapan menurut pandangan pemerintah pusat bertentangan dengan demokrasi. Pemikiran seperti ini menunjukkan bahwa penguasaan dan pemahaman tentang demokrasi hanya di kulit luarnya saja dan tidak mengetahui esensi dari demokrasi. Demokrasi dengan cara pandang seperti ini hanyalah sekedar demokrasi “photocopyan” dari barat. Demokrasi yang sebenarnya adalah harus mengandung unsur filsafat hidup karena itu merupakan titipan Tuhan. Menurut Prof. Damar Jati Supajar, hakekat demokrasi adalah mendengarkan suara Tuhan dibalik suara rakyat.

Ada banyak cara Tuhan dalam memilih pemimpin yang tidak harus malalui pemilihan umum. Lihatlah contoh para Nabi dulu, ada yang menjadi seorang raja, dialah Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Apakah seorang pemimpin itu seorang raja merupakan kesalahan? ?? Kalau itu disalahkan, berarti Tuhan dalam memberikan contoh hidup juga salah ataukah memang manusia saja yang tidak mengetahui luasnya kebijaksanaan Tuhan sehingga seolah-olah demokrasi dengan cara pemilihan umum adalah kebenaran yang mutlak dan satu-satunya pilihan paling benar dalam hidup ini. Pemilihan secara langsung ini adalah drajat paling rendah dalam demokrasi dan karena drajat yang tinggi dalam demokrasi adalah Permusawaratan Mufakat, hal itu ada dalam Pancasila. Karena orang indonesia dalam bernegara belum dewasa dalam Permusawaratan Mufakat maka diputuskan untuk turun drajatnya menjadi pemilihan langsung.

Ada banyak cara dalam memilih pemimpin yang tidak harus melalui mekanisme pemilihan. Tuhan menciptakan keragaman tradisi dan budaya yang terbungkus dalam kearifan lokal. Suatu daerah memiliki ciri khasnya masing-masing yang menyangkut rasa adil dan setiap daerah mungkin berbeda atau ada yang sama. Rasa keadilan harus kita hargai karena itu merupakan kearifan lokal. Maka dari itu kecerdasan para pendiri bangsa jaman dahulu seperti Soekarno jauh-jauh hari sudah memperkirakan karakter bangsa ini seperti apa, yaitu bangsa yang berlandaskan Bineka Tunggal Ika.

Keistimewaan Keraton dan YogyakartaDemokrasi kita adalah demokrasi pancasila yang belandaskan bineka tunggal ika sehingga sangat menghargai perbedaan. Setiap daerah memiliki rasa keadilan yang berbeda-beda, dan keadilan menurut rakyat Yogyakarta dalam menentukan gurbernur dengan cara ditetapkan itu mencerminkan rasa keadilan bagi rakyat Yogyakarta. Justru kalau melalui mekanisme pemilihan menyebabkan suasana kebatinan Yogyakarta yang adem ayem tentrem diusik dengan suasana panas perpolotikan. Suasana Yogya yang justru kemarin tenang dan damai akan terusik oleh keputusan pemerintah pusat mengganti kepemimpinan yogyakarta dengan mekanisme pemilihan.

Rakyat Yogyakarta memiliki rasa keadilan sendiri dalam menilai demokrasi. Demokrasi yang diterapkan di Yogya adalah demokrasi Filsafati, yaitu Manunggaling Kawulo Gusti. Simbolisme filsafat ini harus diejowantahkan dalam tatanan kehidupan bermasyakarat, sosial dan budaya. Adanya Kawulo dan Gusti menyimbulkan Adanya Tuhan dan Hambanya (ciptaanya) ini disimbulkan dalam tatanan bermasyarakat Yogyakartas ada Raja dan Kawulonya atau rakyatnya. Dalam sesuatu hal budaya jawa biasanya memakai pasemon atau simbul dalam mengungkapkan sesuatu termasuk dalam kehidupan bermasarakat. Semua ini tujuannya adalah manusia Jawa mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta, religiusitas dalam bentuk ungkapan-ungkapan kosmologi Jawa.Dalam Hadits Rasululah “terjemahan bebas” apa bila seseorang dalam mim

Cara pemerintah pusat memaksakan demokrasi menurut fersinya seperti memaksakan kebenaran yang sebenarnya itu tidak pas bagi rakyat Yogyakarta. Diibaratkan rakyat Yogya dalam menjalankan suatu tradisi atau ritual adat yang bisanya memakai surjan (beskap) dipaksa dirubah dan diganti dengan memakai jas seperti orang barat. Orang Yogyakarta pastilah menolak karena itu bukan tradisi orang Jawa. Ibaratnya pasar tradisional diganti dengan Mall-mall. Setiap pasar baik lokal atau modern pasti punya kelebihan dan kekurangan tapi jangan serta merta untuk semua digantikan dengan pasar modern seperti Mall. Pencitraan kemakmuran yang disimbolkan dengan pasar-pasar modern adalah pencitraan kemakmuran yang menyesatkan. Demokrasi pencitraan yang hanya terlihat kulitnya saja ini meracuni rakyat yang kelihatannya demokrasi ternyata menghianati rasa keadilan rakyat.

Salah satu contoh lagi, ada seorang petani desa yang memiliki tiga anak laki-laki. Anak pertama sangat rajin bekerja di sawah membatu ayahnya, anak yang kedua sifatnya sangat pemalas untuk kesawah, dan anak yang ketiga tidak terlalu rajin atau tidak terlalu malas dia sedang-sedang saja. Ketika pak petani ini panen raya dan mendapatkan uang hasil bertani sawah, dia akan membagi-bagikan ke anak-anaknya. Apakah pak tani ini akan membagi sama rata uang dari hasil menggarap sawahnya kepada ketiga anaknya? Kata “membagi sama rata” secara kontek bahasa dan harfiah hal tersebut adalah adil, tapi kalau menyangkut “Rasa Keadilan” apakah itu adil?

“Membagi sama rata” Inilah demokrasi yang diterapkan oleh pemerintah terhadap keistimewaan Yogyakarta, “Membagi sama rata = menyamaratakan setiap Daerah Propinsi” yang tidak dilihat muatan isinya. Setiap daerah memiliki rasa demokrasi yang berbeda-beda karena tradisi, budaya dan kulturnya. Inilah Bineka Tunggal Ika Nuswantara yaitu suatu negeri “Tanah di Atas Samudera”, karena tidak ada suatu negara yang tanahnya berdiri sendiri di atas samudera seperti Indonesia ini. Biasanya negara-negara tersebut tanahnya menyatu dalam satu benua.

Rakyat-yogya-demo-ruukSebetulnya tidak ada yang salah dengan Yogyakarta hanya saja pemerintah pusat yang mengusik dan tidak faham mengenai karakteristi masyarakat Yogyakarta baik sosial, budaya dan filosofinya. Masyarakat Yogya merasa tenang dan damai apabila Yogyakarta dipimpin oleh Sultan karena ada suatu filosofi yang melekat dan diyakini di dalam benak dan hati masyarakat tentang keraton sebagai simbul hidup ada Ratu dan ada Rakyat. Keraton adalah pusat dan benteng terakhir dari kebudayaan jawa dan apabila itu rusak dan hancur pastilah masyarakatnya tidak memiliki pegangan atau pedoman filsafat yang sudah ditanamkan oleh para leluhur Jawa.

Kepemimpinan pemerintah pusat sekarang sangat berbeda dengan kepemimpinan jaman Soekarno yang ahli mengenai karakteristik bangsanya sendiri. Demokrasi sekarang ini hanyalah demokrasi pesanan dari barat. Sehingga tidak menyentuh aspek rasa keadilah rakyat indonesia. Demokrasi sekarang masih demokrasi eforia dan demokrasi kulitnya saja yang diterapkan. Demokrasi Indonesia sekarang masih menjiplak atau mengekor barat yang sekarang Indonesia condong ke poros Sekutu atau Amerika. Sehingga demokrasi kita hanya pesanan barat dan mengingkari demokrasi pancasila yang berdasar pada musyawarah mufakat. Negeri kita terlampau gampang didekte barat dan tunduk sujut pada keinginan dan kehendak barat. Negeri kita adalah negeri berdasarkan Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa maka harusnya bangsa ini hanya sujut dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan kepada interfensi asing. Kita sudah mengingkari apa yang sudah digariskan Tuhan melalui pancasila.

Bangsa ini harus kembali ke demokrasi Pancasila yang itu merupakan jati diri bangsa ini. Jangan sampai bangsa ini mengikuti demokrasi ala barat. Semoga tidak ada lagi suatu organisasi terlarang Indonesia ke 2 (dua) karena mengubah haluan negara Pancasila menjadi demokrasi ala barat yaitu liberal. Orang yang peka pastilah merasakan bahwa haluan negara ini sudah geseh. Lambat laun secara halus kita sudah digiring kearah kehancuran idiologi bangsa kita. Negara ini adalah negara yang bebas aktif seperti mercusuar yang tidak mudah didekte dan dipengaruhi bangsa lain.

Esensi demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, namun rakyat yang dimaksud bukanlah kelompok yang memiliki kepentingan di atas bangsa ini. Demokrasi harus mengedepankan sebuah proses suksesi yang mufakat yang esensinya memenuhi rasa keadilan. Inti dari tujuan demokrasi adalah memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan.

Ada yang mengatakan alasan mengeapa penetapan tidak baik alasan menurutnya adalah putra terbaik daerah tidak diberi kesempatan untuk menjadi gurbernur. Alasan seperti ini tidak nyata karena setiap daerah memiliki lebih dari lima tau lebih dari sepuluh putra terbaik daerah. Seumpama semua harus dijadikan gurbernur tidak mungkin. Dalam demokrasi pemilihan juga terjadi praktek kecurangan dengan hampir setiap penyelenggaraan demokrasi pemilihan peserta menggunakan praktek politik uang. Dalam hal ini putra terbaik daerah juga di zolimi karena tidak terpilih. Sebetulnya kalau dia merasa putra terbaik daerah otomatis dia cerdas untuk memberikan sumbangsihnya terhadap daerahnya tanpa harus menjadi gurbernur. Dan seorang putra terbaik daerah mestinya sadar betul bahwa yang namanya jabatan adalah anugerah Tuhan yang apabila didapat dijalankan secara istikomah apapun jabatan itu.

suasana-keistimewaan-yogyakarta-wisata-damai

EKONOMI PENTING DALAM DEMOKRASI

Wakil Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Dato' Haji Muhyiddin Haji Mohd Yassin mengatakan ekonomi memegang peran penting dalam proses demokrasi di sebuah negara.

"Demokrasi di sebuah negara dapat tercipta jika pencapaian ekonomi di sebuah negara tinggi," kata Tan Sri Dato Haji Muhyiddin ketika menyampaikan kuliah umum bertema "Demokrasi dan Pertanggungjawaban Sosial di Asia" di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok, Selasa.

Dikatakannya kekuatan demokrasi Indonesia adalah pada masyarakat sipil yang dinamis dan media yang bertanggung jawab. Ini tidak jauh berbeda dengan gaya pemerintahan Malaysia yang fleksibel dan dinamis.

Ia menilai proses demokrasi di Indonesia sudah berjalan sangat baik. Bahkan menurut dia, Indonesia merupakan negara dengan sistem demokrasi terbaik di Asia.

"Indonesia muncul sebagai contoh terbaik sebuah negara demokratis, bukan hanya di Asia Tenggara tetapi juga di dunia muslim," jelasnya.

Menurut dia, demokrasi juga akan semakin tak bermakna jika sebuah negara memiliki hutang dan angka pengangguran yang tinggi.

"Model baru ekonomi Malaysia adalah liberalisasi ekonomi untuk meraih status negara berpendapatan tinggi, tingkatkan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan meski terdiri dari beragam suku bangsa, agama dan golongan proses demokrasi di Indonesia berjalan relatif lebih tertib dan aman.
"Ragam suku bangsa dengan masyarakat sipil yang dinamis dan media yang bertanggung jawab adalah sumber kekuatan di Indonesia," ujarnya.
Ia juga mengatakan proses demokrasi di Malaysia dapat berjalan dengan baik sebagaimana Indonesia, dengan menjalankan sistem pemerintahan yang dinamis demi memenuhi aspirasi rakyat.

"Pemerintah selalu responsif dengan tetap menjaga keberagaman warganya," katanya.

PILKADA DEPOK HARUS JADI CONTOH DEMOKRASI BERKUALITAS

Depok, 23/6 (ANTARA) - Ketua Komisi A, DPRD kota Depok, Qurtifa Wijaya mengharapkan Pilkada dapat menjadi contoh pesta demokrasi yang berkualitas.

"Belajar dari pengalaman masa lalu, semua berharap Pilkada yang akan diselenggarakan pada tanggal 16 Oktober 2010 dapat berjalan lebih baik dan berkualitas," kata Qurtifa Wijaya, di Depok, Senin.

Ia mengatakan Pilkada Kota Depok hendaknya tidak menjadi salah satu contoh buruk dari proses Pilkada sebagaimana yang dicemaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Semua elemen masayarakat sudah seharusnya bertekad untuk menjadikan Pilkada Kota Depok sebagai contoh proses demokrasi yang cerdas dan berkualitas," katanya.

Untuk itu kata dia, sudah saatnya semua pihak, khususnya lembaga penyelenggara Pilkada, fokus untuk mengawal dan mendorong proses Pilkada yang transparan, akuntabel dan taat aturan.

Menurut dia, salah satu lembaga yang punya peran sangat besar untuk menciptakan Pilkada yang demokratis adalah KPU. Bila kinerja KPU buruk, maka akan berpotensi mendorong munculnya konflik di tengah masayarakat.
"Ketegangan dan protes dari kandidat Kepala Daerah atau pendukungnya bisa diminimalisir seandainya seluruh tahapan Pilkada dikerjakan dengan baik dan benar serta profesional oleh KPU," ujarnya.

Dikatakannya keraguan dan ketidakpercayaan masayarakat kepada KPUD akan muncul manakala ketua dan anggota KPUD menampakkan cara-cara kerja yang tidak netral dan tidak profesional.

"KPU Depok tidak boleh dikooptasi atau diintervensi oleh pihak manapun, termasuk oleh pasangan calon. Karena hal ini akan mencederai proses demokrasi yang sedang dibangun," ujarnya.

Untuk itu, hendaknya semua pihak dapat turut bersama-sama memberikan dukungan kepada KPU, sekaligus mengawasi dengan seksama kinerja KPUD dalam melaksankan seluruh tahapan Pilkada.

Ia mengatakan berdasarkan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pasal 28 dan 29, dijelaskan bahwa sanksi yang akan diberikan kepada anggota KPU yang terbukti melanggar sumpah/janji jabatan atau kode etik adalah sanksi berat berupa pemberhentian dari jabatannya.

indonesia contoh demokrasi dan isla bisa sejalan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan ummat Islam di Tanah Air mewujudkan agar Indonesia dapat menjadi contoh dimana Islam, demokrasi, dan modernisasi berjalan seiring.

"Islam mendorong kehidupan masyarakat yang demokratis dan modern yang ditandai oleh kemajuan iptek," kata residen Yudhoyono saat memberikan sambutan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara, Jakarta, Kamis malam.

Selanjutnya, demokrasi dan kemodernan akan memberi ruang gerak yang semakin kondusif dengan diamalkannya ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat.

Presiden mengatakan, adalah tugas seluruh ummat Islam untuk menghapus citra Islam yang seolah-olah identik dengan keterbelakangan.

"Mari kita bangun dan kembangkan nilai, pranata dan kehidupan Islami," katanya.

Pada kesempatan itu, Presiden juga mengatakan bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang menjadi tuan rumah bagi Konfrensi Asia Afrika (KAA).

"Untuk itu, hendaknya masyarakat menunjukkan diri sebagai tuan rumah yang baik," katanya.

Nabi Muhammad, lanjut Kepala Negara, menyuruh ummat menghormati para tamu negara, seperti hal sekarang ini Indonesia kedatangan tamu untuk menghadiri KAA tersebut.

"Lebih-lebih tamu kita kali ini datang dari negeri yang jauh di dua benua. Kita ingin menunjukkan kepada para tamu bahwa negeri kita yang merupakan negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia adalah negeri yang aman dan damai," kata Presiden Yudhoyono.

Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani

Demokrasi merupakan salah satu indikator keberlangsungan diakui dan berlakunya pengakuan atas hak menyuarakan pendapat di sebuah negara. Budaya demokrasi di sebuah negara akan merefleksikan sikap kritis bangsanya terhadap setiap permasalahan yang ada yang berkembang dan menjadi isu nasional. Budaya demokrasi sesungguhnya merupakan sesuatu yang positif, asal dilakukan dengan tertib dan tidak menimbulkan kerusuhan sosial.

Di Indonesia, budaya demokrasi menuju masyarakat madani mulai tumbuh saat masa reformasi dimulai. Jika pada masa sebelumnya demokrasi kurang bisa berjalan dengan baik dan lancar maka reformasi membuka peluang terciptanya budaya demokrasi menuju masyarakat madani. Sebagai bangsa Indonesia, kita mestinya bangga dengan budaya demokrasi yang telah tercipta dan terbina saat ini, meski dirasa oleh beberapa kalangan budaya demokrasi di Indonesia belumlah ideal.

Terkekangnya Demokrasi

Di beberapa negara tetangga, demokrasi merupakan sesuatu yang ditabukan. Bahkan, kebenaran absolut hanyalah milik penguasa. Segala bentuk aktivitas yang akan dilakukan, terlebih mendatangkan orang banyak, mesti disertai izin yang tak hanya berupa izin keramaian saja. Izin tersebut mestilah dikaji dari segi unsur, tema atau isu yang diangkat dalam aktivitas.

Sebagai contoh, kegiatan seni pun terbatas pada bentuk eksplorasi, penciptaan, dan publikasi. Kegiatan seni mesti mendapat persetujuan terlebih dahulu dari lembaga kebudayaan atau kesenian pemerintah, sebelum akhirnya mendapat persetujuan dari pihak keamanan. Hak menyuarakan pendapat, berekspresi dalam hal ini telah terbatasi.

Indonesia, yang telah memasuki masa reformasi dan segala bentuk ekspresi dikategorikan sebagai budaya demokrasi yang telah berjalan baik, mestinya dilakukan dengan cara baik pula. Selain aturan yang dinilai terlalu berbelit-belit dan tidak efektif dalam melakukan aktivitas mesti direvisi, juga dalam melakukan berbagai aktivitas sebagai wujud terlaksananya budaya demokrasi mesti dilakukan dengan tertib.

Dewasa ini, sering kita jumpai sekelompok orang melakukan aksi dengan dalih realisasi budaya demokrasi. Namun dalam pelaksanaannya, tidak menghiraukan bentuk-bentuk demokrasi, keragaman, kebebasan, dan pengakuan hak sekelompok orang lainnya. Akhirnya, yang terjadi malah bentrokan dan kisruh sosial yang berlarut-larut dan menjadi isu nasional.

Demokrasi dalam Masyarakat Demokrasi

Dalam mewujudkan budaya demokrasi menuju masyarakat madani, segala lapisan masyarakat mesti paham bagaimana berdemokrasi yang baik, santun, dan benar. Segala aktivitas yang didasarkan atas kebebasan berpendapat, berekspresi mesti dilakukan tanpa menyinggung atau melukai, bahkan menodai demokrasi yang telah berjalan itu.

Segala bentuk aktivitas tersebut seyogianya tidak mengusik kelompok lainnya yang tidak memiliki kesepahaman dalam prinsip. Jika hal tersebut kerap terjadi, bagaimana masyarakat madani (masyarakat yang mengerti dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur dan norma, yang mencintai kedamaian, keselarasan, keseimbangan, dan saling toleransi) bisa terwujud jika hanya menyisakan sakit hati dan dendam.

Budaya demokrasi hadir bukan untuk mengunggulkan suatu kelompok dan mengecilkan peran kelompok lainnya. Demokrasi muncul sebagai bentuk aspirasi, bentuk pengungkapan ekspresi, bentuk keragaman yang hadir dan berkembang secara seiringan dan saling menjaga, menghormati hak-hak serta mengakui prinsip ideologi masing-masing individu atau kelompok.

Masyarakat yang saling mengayomi satu sama lain, saling memberi, mengisi, mewujudkan keharmonisan, juga kerukunan merupakan refleksi dari terselenggaranya sebuah negara dengan budaya demokrasi yang baik. Kemadanian akan tercipta dengan indah tanpa melewati hal yang menjadi sejarah buruk terciptanya masyarakat madani.

Indonesia, dengan keragaman adat, budaya, dan agama telah mampu menjadi contoh terciptanya budaya demokrasi bagi negara-negara di dunia. Semuanya mesti tetap dijaga, dipelihara hingga Indonesia mampu mewujudkan negara yang memiliki bangsa yang madani dalam bingkai demokrasi.

PNPM Contoh Demokrasi Akar Rumput

Wakil Presiden (Wapres) Boediono menyatakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan salah satu contoh demokrasi tingkat akar rumput.

“Karena dalam proyek PNPM Mandiri, masyarakat menentukan sendiri apa yang dibutuhkan, kemudian bersama-sama diberikan uang pancingan, baik dari pusat maupun daerah untuk melakukan kegiatannya,” kata Boediono di sela dialog dengan kelompok masyarakat penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Dusun Keramat I, Desa Kuala Dua Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Jumat.

Ia menjelaskan, dari beberapa kunjungan kerja yang dilakukannya, proyek PNPM Mandiri rata-rata berjalan sukses, karena apa yang dibangun memang keinginan masyarakat, seperti di Desa Kuala Dua yang membangun jembatan beton dan jalan beton dari bantuan PNPM Mandiri.

“Berhasilnya proyek PNPM Mandiri karena juga disiapkan pendamping teknisnya, sehingga bisa menjawab kebutuhan teknis masyarakat, sehingga hasilnya bisa optimal,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Wapres mengajak masyarakat untuk berperan serta mengawasi penyaluran PNPM Mandiri agar uang yang disalurkan pemerintah tidak menyimpang dari apa yang diinginkan masyarakat.

“Jangan sampai bantuan PNPM Mandiri digunakan untuk kepentingan sekelompok maupun keuntungan pribadi. Untuk itulah peran serta masyarakat dalam mengawasinya cukup penting,” katanya.

Dana PNPM Mandiri hingga kini memang belum bisa menyentuh seluruh daerah yang ada di Indonesia. “Tapi akan terus ditingkatkan sesuai kemampuan APBN agar bisa menyentuh seluruh daerah yang ada di Indonesia,” ujarnya.(*an/z)

contoh Demokrasi di Sekolah

Apa yang sudah kita ajarkan tentang DEMOKRASI pada anak2 kita. Mungkin kita (saya aja kali..!!!) tidak pernah terfikirkan untuk melakukan itu. Padahal sesuatu yang penting bagi mereka, karena merekalah generasi masa depan, generasi pemimpin, generasi pengelola demokrasi negeri ini.Sehingga untuk kesekian kali saya begitu angkat jempol dengan sebuah “sekolah” yang mengajarkan tentang demokrasi kepada siswanya, yang saya baca di blog sekolah (http://sekolahalamarridho.wordpress.com) dengan judul PRESIDEN dan PRESIDEN

Ada beberapa runtutan proses yang di lakukan sebagaimana meniru proses pemilu dan pilkada :

1. Seperti layaknya memilih Presiden, dibentuk sebuah lembaga pemilihan mirip KPU. KPU ala siswa ini diisi oleh anak-anak kelas IX, ada ketua dan sekertarisnya serta Penasehatnya (dari GURU sekolah).

2. Dibentuk pedoman Pilpres Siswa. : 1) Tahap-tahapan Pemilu, dan 2). Kriteria Presiden dan Wapres Siswa.

(Untuk kriteria, paling tidak seorang calon Presiden Siswa harus memnuhi kriteria sebagai berikut : 1). Murid kelas VII atau VIII, 2) hafal minimal 1/2 jus AlQuran, dan 3) Telah sampai pada Buku 2 Qiroaty untuk Bacaan Quran.)

3. Diadakan pemilihan awal, KPU siswa ini juga telah berhasil menyaring 4 paket kandidat Capres dan cawapres.

4. Dijadwalkan kampanye untuk para kandidat yang akan diselenggarakan pada 8 September 2008. Dan Hari-H Pencoblosannya, insyallah pada Senin, 15 September 2008.

5. Dijadwalkan sosialisasi sekaligus sebagai bahan kertas suara pemilihan nanti.

(Semua antusias dan bersemangat. Siapa calon yang terpilih memang penting, tapi lebih penting lagi adalah proses atau pengalaman yang mereka dapatkan selama terlibat dalam Pilpres Siswa ini. Bersuara dalam rapat, menjurnal hasil rapat, masuk ke kelas-kelas dan mensosialisakan hasilnya, menggunaan perangkat TIK untuk membuat iklan Pilpres, termasuk bagaimana caranya berkampanye atau meyakinkan para voters, adalah pengalaman berharga buat para siswa).

6. Dibentuk dari beberapa person KPU secara nonkelembagaan, akan mengadakan polling capres favorit via sms. Bagi calon terfavorit, akan dihadiahi sebuah Flashdisk 1Gb.

(Dari pendidikan politik ala sekolah ini, paling tidak bagi siswa pada umumnya, mereka ‘dilatih’ untuk mempertanggungjawabkan suara yang diberikannya. Kepada siapa suara diberikan? Dan untuk alasan apa? Itu adalah pertanyaan yang sama yang harus dijawab, tidak saja oleh siswa tapi juga oleh seluruh voters, termasuk nanti publik di Pilpres 2009)

Idul Fitri Contoh Toleransi di Indonesia

Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Bulgaria, Immanuel Robert Inkiriwang, mengatakan bahwa perayaan Idul Fitri di Indonesia selain merupakan hari besar bagi umat Muslimyang merupakan salah satu contoh toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Hal itu disampaikannya kepada para tamu dan undangan pada acara silaturahim menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1431 H di Wisma Duta di Sofia, Bulgaria, ujar Sekretaris Tiga Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Sofia, Aditya Timoranto, dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA News.

Acara itu selain dihadiri keluarga besar KBRI Sofia dan warga negara Indonesia di Bulgaria juga dihadiri kalangan diplomatik, antara lain Dubes Afganistan, Mohammad Daoud Panjshiri, Dubes Pakistan, dan Kausar Ahsan Iqbal, Ketua Klub Nusantara warga Bulgaria pencinta Indonesia, Krassin Himmirski, dan beberapa anggotanya termasuk mantan Dubes Bulgaria untuk Nigeria, Petar Konstantinov.

Sebelumnya, staf KBRI dan warga negara Indonesia di Bulgaria melakukan Shalat Idul Fitri bersama di KBRI, dan bertindak sebagat khatib Minister Counselor Ekonomi KBRI, Adi Hartomo.

Open house Idul Fitri diisi dengan kegiatan yang unik yaitu memilih Taman Nasional Pulau Komodo sebagai New Seven Wonders of Nature secara online dimana para tamu dan undangan melakukannya dengan menggunakan tujuh laptop yang disediakan secara khusus.

Sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya, acara silaturahim itu diadakan untuk menyambut Idul Fitri sekaligus mengenalkan keunikan tradisi di Indonesia kepada kalangan diplomatik dan masyarakat Bulgaria.,

Dubes RI menjelaskan perayaan Idul Fitri di Indonesia memiliki keunikan tersendiri karena telah menjadi bagian dari tradisi nasional di mana orang Indonesia saling mengunjungi dan bermaaf-maafan.

Sajian khas Lebaran, seperti ketupat, opor ayam, sambel goreng krecek, gulai kambing, dan berbagai kue jajanan pasar juga dihidangkan dalam acara itu.

Idul Fitri, atau yang dikenal sebagai Ramazan Bayram di Bulgaria, 1431 H jatuh pada tanggal 9 September di Bulgaria. Mayoritas dari hampir delapan juta penduduk Bulgaria beragama Kristen Ortodox dan Muslim menempati urutan kedua terbanyak mencapai 13 persen.
(T.U-ZG/P003)

Gereja Tambah Negara Bisa Sama Dengan Demokrasi

New York, New York/Berlin – Krisis yang terjadi baru-baru ini di Turki mengenai
jangkauan sekularisme menyoroti hubungan antara agama dan negara di
negara-negara Muslim. Para jenderal Turki, yang memperingatkan melemahnya
pemisahan negara dan agama, tidak memperoleh liputan memadai secara
internasional. Namun, peringatan tersebut ringan sifatnya mengingat kemunduran
yang diakibatkan oleh campur tangan mereka bagi demokrasi Turki.
Para jenderal tersebut dapat mengandalkan keprihatinan yang mendalam di
demokrasi-demokrasi Barat terhadap peran agama dalam negara-negara mayoritas
Muslim. Walaupun sebagian dari keprihatinan ini dapat dibenarkan, namun ada
sebuah kesalahanpahaman konsep hubungan negara-agama dalam demokrasi. Banyak
kalangan di negara-negara Barat dan mayoritas Muslim percaya sebuah demokrasi
yang berjalan baik membutuhkan pemisahan ketat antara negara dan agama – yang
terakhir dipandang sebagai urusan pribadi semata. Namun, demokrasi-demokrasi
yang berjalan baik, telah memperlihatkan sejumlah hubungan kelembagaan antara
agama dan negara.
Amerika Serikat dan Prancis, misalnya, telah memisahkan keduanya dengan tegas.
Tetapi di Inggris dan Norwegia, ada hubungan yang kompleks dan saling terkait
antara negara dan agama, dengan tingginya tingkat keterkaitan perundang-undangan
dan agama. Apa yang diperlihatkan oleh berbagai contoh demokrasi-demokrasi yang
telah lama berdiri di Eropa adalah bahwa hubungan antara lembaga-lembaga
keagamaan dan negara tidak harus merusak demokrasi – hal itu lebih ditentukan
oleh sifat hubungan ini.
Sebuah pandangan terhadap dukungan negara bagi pendidikan agama, pembiayaan
syariah, dan alokasi waktu siaran bagi masyarakat-masyarakat keagamaan dalam
media publik menggambarkan bagaimana negara memperbolehkan ruang publik bagi
masyarakat keagamaan tanpa membahayakan politik demokrasi.
Ambil contoh pendidikan keagamaan. Hampir di setiap negara di Uni Eropa
memberikan sebentuk perintah keagamaan di sekolah negeri atau pendanaan negara
bagi sekolah-sekolah keagamaan. Di Belanda, misalnya, negara mensubsidi
lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, yang mencakup lebih dari 50 persen dari
seluruh sekolah dasar yang ada. Di kebanyakan negara bagian Jerman, agama
merupakan mata pelajaran pilihan yang diajarkan di sekolah-sekolah menengah
negeri. Bahkan di Prancis yang"republikan", para guru di sekolah-sekolah agama
memenuhi persyaratan bagi dukungan negara dan hingga seperlima dari keseluruhan
anggaran pendidikan diberikan kepada sekolah-sekolah swasta Katolik. Di Inggris,
pendidikan keagamaan non-denominasional merupakan hal yang wajib di semua
sekolah negeri.
Pada saat yang sama, banyak negara Eropa yang mendanai dan merancang pelatihan
para guru agama, selain para calon teolog di fakultas-fakultas teologi
universitas negeri. Di Norwegia, misalnya, pemerintah bahkan menunjuk para uskup
dan dekan, memiliki pengaruh cukup besar dalam penentuan profil kepemimpinan
gereja.
Terkait dengan pembiayaan keagamaan, di Jerman, Italia, Spanyol, dan
Finlandia, negara, sebagai imbalan atas biaya adminisratif yang cukup besar,
menarik pajak keagamaan bersama dengan pajak pendapatan dan menyalurkannya
kepada masyarakat-masyarakat keagamaan yang diakui. Sistem seperti itu hanya
dapat berjalan pada masyarakat-masyarakat keagamaan yang telah menciptakan
sebuah adminisrasi terpusat yang kemudian menyalurkan pungutan-pungutan tersebut
kembali ke tingkat lokal. Namun, ketiadaan struktur terpusat tersebut yang
biasanya menghalangi masyarakat Protestan karismatik dan Muslim menikmati
keuntungan-keuntungan yang sama.
Di beberapa negara Eropa, masyarakat-masyarakat keagamaan juga menerima
potongan pajak tambahan. Kembali ke Norwegia, hampir seluruh anggaran gereja –
kebanyakan gaji dan anggaran berjalan lain, serta pemeliharaan dan pembangunan
gereja-gereja baru – tetap menjadi bagian dari anggaran negara dan kota.
Akhirnya, di banyak negara Eropa, masyarakat-masyarakat keagamaan telah
dijamin waktu siaran pada televisi publik dan stasiun-stasiun radio negeri.
Sebagai badan publik, gereja dan kelompok-kelompok keagamaan lainnya diwakili
pada dewan stasiun milik publik dan badan pengaturan media dalam German Lander.
Gereja memiliki waktu yang tetap untuk menyiarkan doa pagi, program-program
layanan gereja dan meditasi. Di Prancis, penyiaran program-program keagamaan
pada televisi publik ditetapkan lewat undang-undang: umat Katolik memiliki waktu
360 menit penyiaran, sementara umat Protestan dan Buddhis masing-masing memiliki
waktu 60 menit.
Apakah hubungan-hubungan antara agama dan politik seperti itu merupakan
antitesis bagi demokrasi? Contoh-contoh Eropa tidak menunjukkan hal tersebut.
Hubungan antara lembaga-lembaga keagamaan dan politis di UE banyak yang
berlangsung di bawah kekuasaan hukum demokratis yang telah berumur panjang, dan
komitmen negara-negara tersebut terhadap liberalisme demokratis biasanya tidak
dipertanyakan.
Dari perspektif negara-negara mayoritas Muslim, mitos bahwa demokrasi harus
didasarkan pada pemisahan ketat antara negara dan agama bisa menjadi hal yang
berbahaya. Di satu pihak, ia memungkinkan rezim-rezim otoritarian "sekuler" di
dunia Arab, misalnya, untuk menggambarkan diri mereka sebagai benteng melawan
berbagai partai dan kelompok "non-demokratis" relijius, tanpa memberikan
partai-partai Islam moderat waktu berproses untuk membuktikan bahwa kerangka
mereka tidak anti-demokrasi. Di pihak lain, hal tersebut memungkinkan para
fundamentalis relijius menuduh demokrasi Barat mengabaikan, jika tidak
bermusuhan secara terbuka terhadap agama. Demokrasi-demokrasi yang telah lama
berdiri, khususnya di UE, seharusnya melakukan upaya diplomasi publik lebih
besar untuk menjelaskan bahwa ada banyak bentuk konstitusi yang tidak melekat
dengan hal yang tidak liberal dan yang memadukan tata pemerintahan demokratis
dengan sebentuk peran publik bagi agama.
Pemisahan ketat antara negara dan agama bukanlah sebuah prasyarat agar
demokrasi dapat berjalan. Demokrasi harus memiliki rasa hormat kepada kekuasaan
hukum dan pembelaan hak-hak manusia.

2200 Politisi, Aktivis dan Orang Terpelajar Arab Mengajukan Banding untuk HAM dan Demokrasi di Arab

Setelah terjadinya revolusi di Tunisia dan berbagai insiden lainnya di Mesir, lebih dari 2200 orang terpelajar, politisi, dan aktivis dari lebih dari 20 negara Arab telah mengajukan banding untuk membela HAM dan demokrasi di dunia Arab.

Dokumen pengajuan banding yang dinamakan Casablanca Call ini merupakan hasil pemikiran para leading thinkers dan politisi dari Arab dari semua lini politik, mulai dari sekuler hingga moderat dan juga Muslim Brotherhood yang menyetujui bahwa demokrasi dan HAM adalah ‘sebuah keharusan’ bagi dunia Arab sekarang ini.

Secara garis besar, petikan Casablanca Call ini memuat antara lain:

1. Sebuah usaha untuk segera melakukan reformasi politik yang mendalam dan efektif yang menghormati aturan hukum dan kelembagaan integritas berdasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan.

2. Perlindungan peradilan yang independen sebagai prioritas utama untuk perubahan demokratis, sebagai prasyarat bagi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan, dan sebagai penjamin atas supremasi hukum dan lembaga Negara.

3. pembebasan segera semua tahanan politik.

4. Mengaktifkan dan mendorong partai politik dan serikat buruh untuk terlibat dalam hak mereka untuk berorganisasi secara bebas.

5. Pengakuan hak organisasi masyarakat sipil untuk melakukan peran advokasi mereka secara bebas dan efektif, memiliki kemandirian dan privasi mereka dihormati sebagaimana mestinya, urusan internal mereka tidak terganggu, dan sumber-sumber dukungan finansial tetap terbuka dan aktif.

6. Jaminan kebebasan berekspresi, akses gratis media dan wartawan untuk sumber informasi dan berita.

7. Pengembangan mekanisme untuk menjamin netralitas lembaga Negara.

8. Mobilisasi semua kekuatan dan upaya untuk mematuhi tata pemerintahan yang baik.

9. Panggil sektor swasta untuk memainkan perannya dalam kontribusi bagi reformasi politik.

10. Mendukung upaya untuk mencapai rekonsiliasi nasional dan persatuan.

11. Menghimbau kepada kekuatan demokratis di seluruh dunia untuk menekan pemerintah mereka sendiri untuk menahan diri dari mendukung rezim non-demokratis di dunia Arab.

12. Penegasan kembali dari keterkaitan reformasi politik dengan pembaruan pemikiran keagamaan, yang memerlukan dukungan untuk, dan perluasan, praktik ijtihad dalam iklim kebebasan berpikir lengkap, di bawah sistem pemerintahan yang demokratis.

Tiga Rancangan Undang-Undang Diprioritaskan di 2011

Pemerintah memprioritaskan tiga rancangan undang-undang selesai disahkan tahun depan. Ketiga draf itu adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Drafnya sudah selesai. Sekarang sudah di tangan Presiden," kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Wahiduddin Adam seusai pemaparan capaian kinerja Kementerian Hukum dan HAM 2010 di kantor Kementerian.

Menurut dia, ketiga draf itu masuk program legislasi nasional 2011 dan tinggal dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah sudah merampungkan isi draf dengan mengakomodasi konsep-konsep hukum yang tak dimasukkan dalam undang-undang yang berlaku saat ini.

Dalam Rancangan KUHP misalnya, sanksi kerja sosial dimasukkan sebagai pengganti hukuman kurungan bagi pelaku tindak pidana ringan. Besaran hukuman dan jenis kerja sosial itu tercantum pula dalam rancangan.

Sementara, dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, pemerintah memperluas kategori korupsi. "Korupsi oleh swasta juga ada dalam rancangan ini," katanya.

Menurut Wahiduddin, pembahasan rancangan ini semestinya tak lama sebab hanya perubahan dari undang-undang yang berlaku saat ini. "Perubahannya hanya menyangkut aspek materilnya, formilnya enggak."

pemilu iran contoh demokrasi yang baik

Terpilihnya Mahmoud Ahmadinejad kembali menjadi Presiden Iran menjadi contoh yang baik bagi sebuah demokrasi, kata Direktur Eksekutif Centre for Dialogue of Cooperation among Civilization, Ahmad Mu`ti, di Jakarta Minggu.

Menurut dia, kemenangan Presiden incumbent Ahmadinejad dalam Pemilu presiden yang diumumkan Sabtu lalu dengan perolehan suara 63 persen adalah berkat dukungan dari sebagian besar warga miskin dan kaum konservatif Islam.

Pemilihan presiden yang berjalan cukup lancar dan aman, kata Mut`i juga menjadi simbol kemenangan demokrasi di negeri Islam tersebut.

"Kalau kemenangan Ahmadinejad masih menuai protes melalui aksi demo dari pihak lawannya itu hal yang wajar, apalagi yang mendemo hanya Mousavi, mantan perdana menteri moderat yang dikenal pro-barat," kata dia.

Kemenangan Ahmadinejad tersebut, kata Ahmad, juga mengandung tiga makna, yaitu menunjukkan keberhasilan dia dalam mengkonsolidasikan berbagai kebijakan di negaranya dan sekaligus dia mampu menjadi pahlawan bagi rakyatnya.

Kenapa Ahmadinejad disebut sebagia pahlawan, kata dia, karena kemenangannya banyak didukung oleh warga miskin yang memang menginginkan dia tetap menjadi presiden.

Selanjutnya, kemenangan tersebut juga berarti bahwa kaum konservatif anti Barat masih mendapatkan tempat dan dukungan besar dari warga muslim.

Sedangkan dalam konteks perdamaian dunia global, menurut Mut`i, ajakan Amerika Serikat terutama terkait masalah program nuklir tidak akan mengubah kebijakan dan sikap pemerintah Iran.

Hal itu, sambungnya, terjadi karena Iran memiliki alasan yang tepat, program pengembangan energi nuklir di negaranya tidak dimanfaatkan untuk membuat senjata tetapi untuk kepentingan teknologi sehingga tidak akan berpengaruh atau mengancam negara lain.

Jika ingin mengenakan larangan pengembangan reaktor nuklir, kata dia,seharusnya tidak hanya Iran yang ditekan dan disorot, tetapi juga negara-negara lainnya yang juga memanfaatkan bahan peledak tersebut.

Ahmad Mut`i juga menilai,kemenangan Ahmadinejad, menjadi simbol semakin menguatnya Islam konservatif sebagaimana yang terjadi di beberapa negara lain seperti di Indonesia yang ditandai dengan kemenangan PKS di beberapa daerah dalam pemilu lalu.

Namun demikian, kata dia, kemenangan Ahmadimejad ini juga akan membawa dampak buruk bagi upaya perdamaian Palestina karena Iran diketahui selama ini berada di belakang kelompok Hamas.

"Sebagaimana diketahui, selama ini Hamas sama sekali tidak bersedia untuk diajak berunding dengan Israel, sehingga dengan kemenangan Ahmadinejad akan semakin memperkuat kedudukan Hamas sehingga perundingan semakin sulit mendapatkan titik temu," kata dia.(*)